Sunday, September 25, 2011

General Topic: Filosofi Gowes Tanjakan

Waktu gowes nanjak ke KM Nol sendirian, waktu gowes sempat termenung ngapain juga ya susah nanjak begini. Tapi kenapa dari rumah tadi kok pengen banget, seperti nagih.

Sambil gowes nanjak sempat juga berpikir (Sambil mengalihkan perhatian dari tanjakan yang terasa berat). Kalau mau disamakan, sebenarnya gowes menanjak kali ini bisa disamakan dengan perjuangan hidup. (Weleh-weleh jadi filosofis...).

Kalau mau jujur, hidup itu mirip banget dengan tanjakan, Tujuan akhir di KM Nol kali ini bisa diartikan sebagai tujuan yang ingin dicapai dari suatu keinginan. Misalnya keinginan mendapatkan kesejahteraan hidup? Memiliki suatu keluarga mapan? atau hal lain.
Sedangkan tanjakan adalah perjalanan hidup yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tersebut. Sama dengan gowes menanjak, ada orang yang memulainya dengan penuh persiapan baik perlengkapan, latihan maupun sikap mental... saya pasti bisa...
Pada saat gowes menanjak, melalui tanjakan2 dan rintangan terasa sama dengan perjalanan hidup, berbagai macam cara dipakai orang, ada yang dengan kekuatannya gowes dengan cepat, ada yang gowes santai menikmati tanjakan tersebut, ada yang tidak kuat dan perlu istirahat, ada yang menyerah dan putar balik... Sama dengan perjalanan hidup atau karir ataupun lainnya, hal tersebut mungkin pernah terjadi. Yang penting mengetahui kemampuan diri sendiri dan tidak memaksakan kehendak, apalagi berpikir iri dan dengki dengan orang lain yang lebih mampu, atau kuat... Perjalanan gowes menanjak kali ini dinikmati saja, dengan gowes santai, (Alasan sudah berumur... :):) Namun tidak lupa tetap berpikir dan menyemangati diri sendiri agar tidak menyerah...

Sampai dipuncak setelah berhasil gowes menanjak serupa dengan kesuksesan mencapai apa yang di cita-citakan atau diinginkan, namun serupa dengan kehidupan, karir dsb. Hal tersebut tentunya tidak bertahan lama karena kita harus turun lagi... dan itulah hidup di dunia kesuksesan dan karir tidaklah kekal... Namun tanpa berpikir negatif, masih ada kenikmatan/kesenangan lain yang bisa diperoleh... tak lain adalah menikmati jalan turun... ngebuutt :):) tapi hati2 loh yang ini malah lebih berbahaya karena sama dengan kehidupan misalnya berfoya-foya, dan menikmati jerih payah tanpa berpikir panjang akhirnya celaka...

Setelah gowes menanjak ada kenikmatan tersendiri dari kesuksesan yang dapat diraih misalnya berikhtiar ingin gowes tanpa berhenti, ada yang berikhtiar ingin gowes dengan cepat... dsb.
Setelah berhasil ada masa tenang, namun sama dengan kehidupan sebagai manusia ada keinginan untuk menemui tantangan baru ... alias cari tanjakan berikutnya mungkin terpengaruh oleh hormon adrenalin dan endorphin meski ketagihan asal tidak keterlaluan/berlebihan dua hormon tersebut memberikan efek kesehatan dan relaksasi yang baik untuk tubuh... so... :) :) :) .... nanjak lagi yuuk...

Sepedahan Sendirian: KM NOL Tantangan 3

Setelah lama hanya gowes di trek latihan favorite (alias jalur rumah-katulampa-rumah) yang hanya 1 jam untuk total 20km dan kalori sekitar 1100an, akhirnya pagi ini menguatkan niat gowes ke KM Nol, sudah lama tidak gowes ke KM Nol cukup memberikan keraguan tersendiri karena stamina yang diduga sudah turun juga karena jarang gowes nanjak yang cukup menantang.
Sekitar jam 6 pagi bersiap2 berangkat dan tidak lupa perlengkapan untuk gowes yang lengkap. Kali ini gowes ditemani si Anthem X, yang lebih ke XC dan dengan bobot yang tidak terlalu berat.
Langsung gowes dari rumah, menuju ke arah jalur Cijayanti, kali ini gowes ke KM nol melalui tanjakan Rainbow hill. Meskipun terasa berat karena sudah lama tidak gowes menanjak tapi gowes kali ini sukses non stop tanpa berhenti, meski laju gowes sudah pakai kedua dari yang terakhir alias gigi paling besar. Gigi paling besar dicadangkan kalau sampai tidak bisa nanjak lagi. Tapi syukur sampai diatas masih sanggup di gigi 2-4. Sempat ditengah jalan sudah kebelet, gara2 minum air putih dua gelas bangun tidur. Namun karena sudah hampir sampai tanggung. Akhirnya sampai juga diwarung KM Nol. Di tengah jalan ketemu satu sepeda road turun dan satu MTB, namun diwarung pagi itu masih kosong, dan hanya para pengemudi motor yang sedang nongkrong. Tidak lama satu goweser dari Jakarta tiba dari arah tanjakan Sentul Bj Koneng. Dan beberapa goweser lainnya, sehingga warung mulai ramai. Dilanjutkan 2 mobil dengan bawaan penumpang dan sepedanya tiba di KM Nol, wah curang nih dalam hati. Tapi ternyata para goweser tersebut bertujuan gowes ke Pondok Pemburu. Wah kapan ya kesana...
Setelah makan satu buras dan tempe goreng ditemani teh manis hangat yang menyegarkan, setelah ngobrol sebentar dengan goweser disitu akhirnya lanjut pulang, karena sudah ditunggu keluarga dirumah. Jalan turun ngebut abis, sampai dibawah kaki terasa keram karena posisi bediri yang siap meliuk-liuk mengatasi jalan turun dan berbelok. Suara angin bergemuruh keras di kuping saat ngebut di turunan Rainbow Hill, syukur tidak ada halangan/rintangan. God please forgive me for tasting the excitement of speedy hill descent...
Gowes kali ini membutuhkan waktu 1:45 menit menanjak dari rumah di Wr Jambu hingga KM Nol 20 Menit waktu ngobrol di warung KM Nol dan hanya 30 menit untuk sampai dirumah lagi. Membakar kalori hingga 2250 Kalori...

Sambil nanjak foto diri

Testing Raji Glove baru... marking nya keren

Tanjakan tanpa akhir...

Gorengan tidak sehat, tapi nikmat...

Pandangan ke arah Sentul dari belakang warung...

Saturday, September 3, 2011

Sepedahan Bersama: Taman Kota 2

Libur lebaran, bingung mau kemana, asal nginap aja ke hotel. Akhirnya mencoba nginap di BSD (BSD??? kok kesana ya) kan asal nginap di hotel, sekalian mau jalan2 ke Mal Living World Alam Sutra dan tentunya tidak lupa bawa sepeda buat menjajal trek taman kota.
Sebelum berangkat janjian dengan my friend Yanto, untuk ketemuan di sana dan gowes bareng.
Pagi2 jam 6 sudah siap berangkat dari hotel kira2 sekitar 5km di gowes saja. Melalui jalan raya, akhirnya sampai di pelataran parkir Taman Kota. Ternyata masih sepi dan belum ramai, mungkin masih libur lebaran (hari ke 2 setelah lebaran).  Setelah lihat kiri-kanan akhirnya ketemu jalan masuk ke trek taman kota. Meski sudah pernah lihat review di beberapa blog dan peta trek, namun sempat ragu2. Akhirnya dilanjut, gowes. Pertama kali gowes di tepian sungai kecil dan ketemu jembatan bambu yang mengarah turun ke sungai.
Ada beberapa orang yang jalan juga pagi itu. Setelah menyeberangi jalan lalu ambil jalur kiri di tepi sungai dan ketemu rombongan kerbau. Menurut sang gembala ternyata jalur nya salah, waduh, harusnya ambil jalur diatas bukan di tepi sungai, Putar haluan lalu naik ke arah taman kota, ternyata benar disitu ada tali-tali rafia yang menunjukkan jalur trek. Melalui beberapa pohon pinus di taman kota tersebut. Akhirnya ketemu jalan semen tempat jalur jalan pagi, lalu dilanjutkan ke arah belakang dan ketemu dengan tembok di tepian taman kota. Jalur terus mengikuti tepian taman kota (disisi kiri tembok). Naik dan turun jalur lumayan mulai menguras tenaga kalau tidak mengatur ritme.
Jalur akhirnya ketemu dengan jalan di sekitar penjual tanaman. Trek dilanjutkan turun kebawah dan naik lagi, dan akhirnya ketemu turunan maut yang cukup curam. Karena hanya berdua dan belum pernah nyali ciut juga dan akhirnya sepeda di tuntun turun takut jatuh. Ternyata jalur dibawah langsung membelok dan dilanjutkan dengan tanjakan yang cukup curam juga. Sekali lagi di TTB. Setelah melewati jalur ini, jalur dilanjutkan diantara alang2. Tidak lama ketemu jalur turunan dan tanjakan seperti huruf U cukup menantang, dan kali ini tetap TTB.
Daripada jatuh dan masalah. (Ternyata ada jalur alternatifnya melewati alang2 cuman karena tidak ada pemandu jadi tidak kelihatan).

Setelah melewati hutan kecil, alang2 akhirnya jalur bercabang2 dan kebingungan ambil kiri tiba2 tembus ke rumah penduduk, wah jalurnya benar tidak ya? setelah tanya penduduk bisa saja ke taman kota lurus aja. Langsung di lanjutkan. (Ternyata maksud penduduk tersebut ke Taman Kota lewat jalan raya bukan trek taman kota he.he.he) Akhirnya sudah jelas nyasar ke rumah penduduk. Setelah jalur memutar beberapa kali ketemu juga jalur kembali (namun ternyata potong lewat perumahan/gudang area industri) jadi bukan lewat jalur yang benar - meski sempat ketemu jalur yang ada tanda pita kuning seperti trek sepeda? apa pernah buat lomba kali ya?)

Sampai di parkiran kembali ternyata sudah ada seorang pemuda tanggung dan bapak2 yang mau gowes. Ngobrol sebentar, tanpa malu2 minta tolong kalau bisa ikutan untuk gowes kedua kalinya.
Kali ini setelah dipandu barulah lewat jalur yang benar. Ternyata bapak itu sudah biasa gowes disini sehingga kecepatan gowesnya ok banget dan susah ngejarnya, cukup ngos2an.
Di turunan maut kali ini tetap di gowes, begitu pula di turunan maut kedua. Untungnya tidak jatuh. Namun apes juga Yanto sempat terpuruk ke pinggir sungai di turunan pertama untuk tidak apa, karena langsung lepas sepeda. Nyali dan teknik memang cukup berperan. Genggaman rem harus rata dan halus agar tidak menghentak sehingga bisa terjungkir atau rem mengunci.

Tanpa perlu tersasar lagi maka lewat jalur naik dan turun yang cukup curam akhirnya selesai juga trek Taman Kota sebanyak 2 kali. Lumayan juga biar tidak panjang jalurnya tapi benar2 technical istilahnya. Memang perlu teknik yang tepat dan latihan agar bisa mulus menggowes disini. Belum lagi stamina. Katanya kalau balapan bisa 8-10 putaran waduh tidak kebayang juga stamina para atlet.

Selesai gowes di Taman Kota, langsung pulang gowes ke hotel dan tentunya sarapan pagi menunggu beserta secangkir kopi susu panas... mantap... Lumayan lah.

Awal jalur Taman Kota dari tempat parkiran disisi atas sungai

Turunan maut kedua

Jalur alang2

Tanjakan dekat sungai menjelang akhir? (lupa)

hehe... TTB nih...

Thursday, March 3, 2011

Bike Equipment: Berbagai Sadel WTB

Bukannya maniak merek sadel WTB, kebetulan memang belinya WTB aja, dulu pernah pakai velo dan untuk istri masih di kasih velo gel sudah memadai. Mungkin karena mudah didapat juga dibandingkan dengan misalnya Fisik dsb. Sekali lagi membeli sadel adalah seperti membeli baju alias sangat individual baik bentuk, warna, ukuran dan tingkat kenyamanan... so... sebaiknya dicoba atau pinjam dulu punya teman agar tidak salah pilih...

Berikut adalah beberapa sadel WTB yang pernah digunakan dan sharing pengalamannya.

WTB Devo Carbon Ti
Sadel ini didapat waktu beli full bike Trance X0, beratnya ringan sesuai dengan bahan2 pembuatnya yaitu menggunakan serat karbon dan titanium. Pemakaian di sepeda Trance memang agak sedikit membingungkan karena biasanya menggunakan sadel trail atau tipe lainnya. Pertama pakai tidak ada masalah dan cukup nyaman. Namun untuk gowes jarak jauh mungkin akan menyebabkan bokong agak kaku karena relatif lebih keras. Untuk menanjak bagian depan sadel kurang panjang sehingga waktu ingin duduk agak maju agak sulit. Padahal untuk Trance dibutuhkan sedikit bagian sadel didepan karena travel Trance yang lebih panjang. Pada saat digunakan di Anthem untuk racing style sama juga efeknya terutama menggunakan celana sepeda balap waktu menggeser maju mundur agak seret atau tidak licin karena bahan kulitnya agak sedikit kasar/tipis. Belum lagi harganya yang tentunya mahal kalau dibeli terpisah. score:*** dari *****

WTB Pure V

Sadel murah, dan enak dipakai itu kesan pertama waktu menggunakan sadel ini, meski bentuknya mungkin tidak meyakinkan karena adanya jahitan tepat diantara paha yang mungkin sepertinya akan menyebabkan ketidaknyamanan. Namun setelah dipakai sadel ini nyaman dan enak sekali waktu perlu maju atau mundur misalnya waktu munduk kebelakang duduknya waktu melewati turunan curam atau ekstrem. Ujung depan yang agak membungkuk kebawah memudahkan celana baggy untuk maju mundur tanpa terlalu takut tersangkut diujung sadel yang rata misalnya. Sadel ini juga sudah dilengkapi V channel untuk mencegah kesemutan di area sensitif untuk pemakaian jangka panjang. Sadel ini sudah digunakan di Trance X0 (menggantikan Devo diatas, dan akhirnya pindah ke Reign 2 berikut adjustable seatpost Gravitydropper Turbo.
Score **** dari *****

WTB Silverado Thinline - Putih

Waktu itu pakai Velo warna putih untuk thema sepeda putih biru hitam, namun lama2 sadel Velo putih dengan tepian hitam rontok, ternyata sablonan atau cat saja. Setelah dipensiunkan akhirnya cari2 sadel putih kebetulan aja ketemu WTB Silverado. Pertama kali melihatnya yang menarik adalah bentuk sadel yang relatif panjang dan dilengkapi V channel untuk kenyamanan. Meski bagian depan tidak sebungkuk pure V namun cukup memadai. Lapisan kulit yang agak licin memudahkan bergerak maju waktu menanjak dan mundur waktu menghadapi turunan curam. Sadel dengan ukuran panjang sangan enak untuk dipakai melahap tanjakan terutama dengan sepeda XC race. Kalau tidak salah di karton bungkusnya sadel ini bisa digunakan untuk sepeda road meskipun sepertinya terlalu berat. Lapisan pelindung di bagian belakang dan samping melindungi bahan kulit dari kotoran dsb.
Score **** dari *****